Kiai Marwan, adalah seorang kiai dari Nganjuk. Kiai ini sudah
hampir mendekati lima puluh tahun usianya, tetapi masih membujang.
Keinginan untuk berkonsentrasi sebagai Kiai tanpa menghiraukan urusan
dunia termasuk wanita, membuatnya menjadi bujang lapuk. Tapi soal
kebutuhan penyaluran syahwat, tetap saja mengusik setiap hari. Apalagi
kalau ia berfikir, siapa nanti yang meneruskan pesantrennya kalau ia
tidak punya putra ?
Dengan segala kejengkelan pada diri sendiri dan gemuruh jiwanya,
akhirnya Kiai Marwan melakukan istikhoroh, mohon petunjuk kepada Allah,
siapa sesungguhnya wanita yang menjadi jodohnya?
Petunjuk yang muncul dalam istikhoroh, adalah agar Kiai Marwan
mendatangi sebuah komplek pelacuran terkenal di daerahnya. “Disanalah
jodoh anda nanti…” kata suara/tanda isyarat dalam istikhoroh itu.
Tentu saja Kiai Marwan menangis tak habis-habisnya, setengah
memprotes Tuhannya. Kenapa ia harus berjodoh dengan seorang pelacur ?
Bagaimana kata para santri dan masyarakat sekitar nanti, kalau Ibu
Nyainya justru seorang pelacur? “Ya Allah…! Apakah tidak ada perempuan
lain di dunia ini ?”
Dengan tubuh yang gontai, layaknya seorang yang sedang mabuk, Kiai
Marwan nekad pergi ke komplek pelacuran itu. Peluhnya membasahi seluruh
tubuhnya, dan jantungnya berdetak keras, ketika memasuki sebuah warung
dari salah satu komplek itu. Dengan kecemasan luar biasa, ia memandang
seluruh wajah pelacur di sana, sembari menduga-duga, siapa diantara
mereka yang menjadi jodohnya.
Dalam keadaan tak menentu, tiba-tiba muncul seorang perempuan muda
yang cantik, berjilbab, menenteng kopor besar, memasuki warung yang
sama, dan duduk di dekat Kiai Marwan. “Masya Allah, apa tidak salah
perempuan cantik ini masuk ke warung ini?” kata benaknya.
“Mbak, maaf, Mbak. Mbak dari mana, kok datang kemari ? Apa Mbak
tidak salah alamat ?” tanya Kiai Marwan pada perempuan itu. Perempuan
itu hanya menundukkan mukanya. Lama-lama butiran airmatanya mulai
mengembang dan menggores pipinya. Sambil menatap dengan mata kosong,
perempuan itu mulai mengisahkan perjalanannya, hingga ke tempat
pelacuran ini. Singkat cerita, perempuan itu minggat dari rumah orang
tuanya, memang sengaja ingin menjadi pelacur, gara-gara ia dijodohkan
paksa dengan pria yang tidak dicintainya.
“Masya Allah…. Masya Allah… Mbak.. Begini saja Mbak, Mbak ikut saya
saja .…” kata Kiai Marwan, sambil mengisahkan dirinya sendiri, kenapa
ia pun juga sampai ke tempat pelacuran itu. Dan tanpa mereka sadari,
kedua makhluk itu akhirnya sepakat untuk berjodoh.
Kisah tentang kiai Marwan ini sesungguhnya merupakan refleksi dari
rahasia Allah yang hanya bisa difahami lebih terbuka dari dunia Sufi.
Hal ini menggambarkan bagaimana dunia jiwa, dunia moral, dunia
keindahan dan kebesaran Ilahi, harus direspon tanpa harus ditimbang oleh
fakta-fakta normatif sosial yang terkadang malah menjebak moral seorang
hamba Allah.
Sebab tidak jarang, seorang Kiai, sering mempertaruhkan harga
dirinya di depan pendukungnya, ketimbang mempertaruhkan harga dirinya di
depan Allah. Dan begitulah cara Allah menyindir para Kiai, dengan
menampilkan Kiai Marwan ini.
"SEMOGA KITA BISA MEMETIK HIKMAH DARI KISAH INI" (pesan dari blogger).
sumber: Pustaka ABATASA.
"SEMOGA KITA BISA MEMETIK HIKMAH DARI KISAH INI" (pesan dari blogger).
sumber: Pustaka ABATASA.
No comments:
Post a Comment